Dari Abi Umamah, Nabi saw. bersabda: “Tidak patut bagi seseorang yang didatangi oleh saudaranya untuk berutang kepadanya tetapi ternyata ia menolaknya padahal ia mempunyai apa yang diinginkan saudaranya.” (HR. Thabarani)
Dari Abi Umamah, Nabi saw. bersabda: “Tidak patut bagi seseorang yang didatangi oleh saudaranya untuk berutang kepadanya tetapi ia tolak, padahal ia tahu saudaranya itu dapat mengembalikan utangnya sampai ia memberikan pinjaman kepadanya.” (HR. Dailami dan Ibnu Asakir)
Penjelasan:
Kedua Hadits tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai sesuatu yang dapat diutang oleh saudaranya wajib memberinya. Jika saudaranya datang untuk berutang kepadanya, tetapi ia menolaknya, berarti ia melakukan perbuatan yang dicela oleh Islam. Oleh karena itu, bila seseorang didatangi oleh saudaranya untuk berutang kepadanya, hendaklah ia memberi piutang kepadanya selama yang bersangkutan diyakini dapat mengembalikan utangnya.
Dari kedua Hadits tersebut, kita memperoleh petunjuk bahwa Islam membolehkan adanya utang-piutang selama orang yang berutang diyakini dapat membayar utangnya sesuai dengan janjinya. Sebaliknya, bila yang berutang diyakini tidak akan dapat melunasi utangnya, orang yang dimintai utang boleh menolaknya atau justru memberikannya sebagai kepada yang bersangkutan. Melakukan perbuatan ini berarti melakukan perbuatan yang lebih baik, karena membantu saudara yang berada dalam kebutuhan menjadikan Allah membantu yang bersangkutan.
Tegasnya, Islam membenarkan seseorang berutang kepada orang lain. Yang diutangi boleh memberikannya selama yang berutang diyakini dapat mengembalikannya. Jika ia yakin orang yang berutang tidak dapat mengembalikannya, ia boleh menolaknya atau menshadahaqahkannya kepada yang berutang.
Wallahu 'alam bis Showwab
_____________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar