Mereka
adalah hasil pengajaran para ulama korban hasutan atau ghazwul fikri (perang
pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.
Mereka
merasa telah mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyataannya mereka
tidak lebih dari mengikuti pemahaman ulama-ulama yang mengaku-aku mengikuti
pemahaman Salafush Sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush
Sholeh
Mereka terhasut
untuk meninggalkan pemahaman Imam Mazhab yang empat.
Imam Mazhab
yang empat telah disepakati oleh jumhur ulama sejak dahulu sampai sekarang
sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
Imam Mazhab
yang empat bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salafush Sholeh.
Imam Mazhab
yang empat mengetahui dan mengikuti pemahaman Salafush Sholeh melalui lisannya
Salafush Sholeh.
Imam Mazhab
yang empat melihat sendiri penerapan, perbuatan serta contoh nyata dari
Salafush Sholeh.
Salah satu
penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence
yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens
menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan
umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah
mengikuti tharikat-tharikat tasawuf.
Laurens
mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku
yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Cara
ulama-ulama yang anti tasawuf dan anti mazhab menghasut adalah memotong-motong
firman Allah, hadits Rasulullah, perkataan Salafush Sholeh maupun perkataan
ulama-ulama terdahulu seperti perkataan Imam Mazhab yang empat.
Contoh
hasutannya mereka menyampaikan
Al-Imam
Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Imam
Asy-Syafi’i rahimahullahu: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum
datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”
Perkataan Al
Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu tersebut
bersumber dari Manaqib Al Imam As Syafi’i yang ditulis oleh Imam Al Baihaqi.
Di dalam
kitab itu, Imam As Syafi’i menyatakan, “Kalau seandainya seorang laki-laki
mengamalkan tashawuf di awal siang, maka tidak tidak sampai kepadanya dhuhur
kecuali ia menjadi kekurangan akal.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam
Al Baihaqi, 2/207)
Beliau juga
menyatakan,”Aku tidak mengetahui seorang sufi yang berakal, kecuali ia seorang
Muslim yang khawwas.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi,
2/207)
Beberapa
pihak secara tergesa-gesa menyimpulkan dari perkataan di atas bahwa Imam As
Syafi’i mencela seluruh penganut sufi. Padahal tidaklah demikian, Imam As
Syafi’i hanya mencela mereka yang menisbatkan kepada tasawuf namun tidak
benar-benar menjalankan ajarannya tersebut.
Dalam hal
ini, Imam Al Baihaqi menjelaskan,”Dan sesungguhnya yang dituju dengan perkataan
itu adalah siapa yang masuk kepada ajaran sufi namun mencukupkan diri dengan
sebutan daripada kandungannya, dan tulisan daripada hakikatnya, dan ia
meninggalkan usaha dan membebankan kesusahannya kepada kaum Muslim, ia tidak
perduli terhadap mereka serta tidak mengindahkan hak-hak mereka, dan tidak
menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau sifatkan di
kesempatan lain.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/208)
Jelas, dari
penjelasan Imam Al Baihaqi di atas, yang dicela Imam As Syafi’i adalah para
sufi yang hanya sebatas pengakuan dan tidak mengamalkan ajaran sufi yang
sesungguhnya.
Imam As
Syafi’i juga menyatakan,”Seorang sufi tidak menjadi sufi hingga ada pada
dirinya 4 perkara, malas, suka makan, suka tidur dan berlebih-lebihan.” (Al
Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)
Imam Al
Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i tersebut,”Sesungguhnya
yang beliau ingin cela adalah siapa dari mereka yang memiliki sifat ini. Adapun
siapa yang bersih kesufiannya dengan benar-benar tawakkal kepada Allah Azza wa
Jalla, dan menggunakan adab syari’ah dalam muamalahnya kepada Allah Azza wa
Jalla dalam beribadah serta mummalah mereka dengan manusia dalam pergaulan,
maka telah dikisahkan dari beliau (Imam As Syafi’i) bahwa beliau bergaul dengan
mereka dan mengambil (ilmu) dari mereka.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al
Imam Al Baihaqi, 2/207)
Kemudian
Imam Al Baihaqi menyebutkan satu riwayat, bahwa Imam As Syafi’i pernah
mengatakan,”Aku telah bersahabat dengan para sufi selama sepuluh tahun, aku
tidak memperoleh dari mereka kecuali dua huruf ini,”Waktu adalah pedang” dan
“Termasuk kemaksuman, engkau tidak mampu” (maknanya, sesungguhnya manusia lebih
cenderung berbuat dosa, namun Allah menghalangi, maka manusia tidak mampu
melakukannya, hingga terhindar dari maksiat).
Jelas, bahwa
Imam Al Baihaqi memahami bahwa Imam As Syafi’i mengambil manfaat dari para sufi
tersebut. Dan beliau menilai bahwa Imam As Syafi’i mengeluarkan pernyataan di
atas karena perilaku mereka yang mengatasnamakan sufi namun Imam As Syafi’i
menyaksikan dari mereka hal yang membuat beliau tidak suka. (lihat, Al Manaqib
Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207)
Bahkan di
satu kesempatan, Imam As Syafi’I memuji salah satu ulama ahli qira’ah dari
kalangan sufi. Ismail bin At Thayyan Ar Razi pernah menyatakan,”Aku tiba di
Makkah dan bertemu dengan As Syafi’i. Ia mengatakan,’Apakah engkau tahu Musa Ar
Razi? Tidak datang kepada kami dari arah timur yang lebih pandai tentang Al
Qur`an darinya.’Maka aku berkata,’Wahai Abu Abdillah sebutkan ciri-cirinya’. Ia
berkata,’Berumur 30 hingga 50 tahun datang dari Ar Ray’. Lalu ia menyebut
cirri-cirinya, dan saya tahu bahwa yang dimaksud adalah Abu Imran As Shufi.
Maka saya mengatakan,’Aku mengetahunya, ia adalah Abu Imran As Shufi. As
Syafi’i mengatakan,’Dia adalah dia.’” (Adab As Syafi’i wa Manaqibuhu, hal. 164)
Walhasil,
Imam As Syafi’I disamping mencela sebagian penganut sufi beliau juga memberikan
pujian kepada sufi lainnya. Dan Imam Al Baihaqi menilai bahwa celaan itu
ditujukan kepada mereka yang menjadi sufi hanya dengan sebutan tidak
mengamalkan ajaran sufi yang sesungguhnya dan Imam As Syafi’i juga berinteraksi
dan mengambil manfaat dari kelompok ini.
Bahkan Imam
As Syafi’i menasehatkan kita untuk menjalankan perkara syariat sebagaimana yang
mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai
muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau
muslim yang Ihsan
Imam Syafi’i
~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi
seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah
kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar
ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi
tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan
takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari
ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam
Asy-Syafi'i, hal. 47]
Begitupula
dengan nasehat Imam Malik ~rahimahullah
bahwa menjalankan tasawuf agar manusia tidak rusak dan menjadi manusia
berakhlak baik
Imam Malik
~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf
tanpa mempelajari fiqih (perkara syariat) rusak keimanannya , sementara dia
yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa
memadukan keduanya terjamin benar” .
Berikut
adalah pendapat para ulama terdahulu yang sholeh tentang tasawuf.
Imam Nawawi
Rahimahullah berkata :
أصول طريق
التصوف خمسة:
تقوى الله
في السر
والعلانية. اتباع
السنة في
الأقوال والأفعال.
الإِعراض عن
الخلق في
الإِقبال والإِدبار.
الرضى عن
الله في
القليل والكثير.الرجوع إِلى الله
في السراء
والضراء.
“ Pokok-pokok
metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun
ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk
di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya
baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka
“. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20,
Imam Nawawi)
Al-Allamah
al-Hafidz Ibnu Hajar al-Haitami berkata :
إياك أن
تنتقد على
السادة الصوفية
: وينبغي للإنسان
حيثُ أمكنه
عدم الانتقاد
على السادة
الصوفية نفعنا
الله بمعارفهم،
وأفاض علينا
بواسطة مَحبتَّنا
لهم ما
أفاض على
خواصِّهم، ونظمنا
في سلك
أتباعهم، ومَنَّ
علينا بسوابغ
عوارفهم، أنْ
يُسَلِّم لهم
أحوالهم ما
وجد لهم
محملاً صحيحاً
يُخْرِجهم عن
ارتكاب المحرم،
وقد شاهدنا
من بالغ
في الانتقاد
عليهم، مع
نوع تصعب
فابتلاه الله
بالانحطاط عن
مرتبته وأزال
عنه عوائد
لطفه وأسرار
حضرته، ثم
أذاقه الهوان
والذلِّة وردَّه
إلى أسفل
سافلين وابتلاه
بكل علَّة
ومحنة، فنعوذ
بك اللهم
من هذه
القواصم المُرْهِقات
والبواتر المهلكات،
ونسألك أن
تنظمنا في
سلكهم القوي
المتين، وأن
تَمنَّ علينا
بما مَننتَ
عليهم حتى
نكون من
العارفين والأئمة
المجتهدين إنك
على كل
شيء قدير
وبالإجابة جدير.
“
Berhati-hatilah kamu dari menentang para ulama shufi. Dan sebaiknya bagi
manusia sebisa mungkin untuk tidak menentang para ulama shufi, semoga Allah
member manfaat kpeada kita dengan ma’rifat-ma’rifat mereka dan melimpahkan apa
yang Allah limpahkan kepada orang-orang khususnya dengan perantara kecintaan
kami pada mereka, menetapkan kita pada jalan pengikut mereka dan mencurahkan
kita curahan-curahan ilmu ma’rifat mereka. Hendaknya manusia menyerahkan apa
yang mereka lihat dari keadaan para ulama shufi dengan kemungkinan-kemungkinan
baik yang dapat mengeluarkan mereka dari melakukan perbuatan haram.
Kami sungguh
telah menyaksikan orang yang sangat menentang ulama shufi, mereka para
penentang itu mendapatkan ujian dari Allah dengan pencabutan derajatnya, dan
Allah menghilangkan curahan kelembutan-Nya dan rahasia-rahasia kehadiran-Nya.
Kemudian Allah menimpakan para penentang itu dengan kehinaan dan kerendahan dan
mengembalikan mereka pada derajat terendah. Allah telah menguji mereka dengan
semua penyakit dan cobaan . Maka kami berlindung kepada-Mu ya Allah dari
hantaman-hantaman yang kami tidak sanggup menahannya dan dari tuduhan-tuduhan
yang membinasakan. Dan kami memohon agar Engkau menetapi kami jalan mereka yang
kuat, dan Engkau anugerahkan kami apa
yang telah Engkau anugerahkan pada mereka sehingga kami menjadi orang yang
mengenal Allah dan imam yang mujtahid, sesungguhnya Engkau maha Mampu atas
segala sesuatu dan maha layak untuk mengabulkan permohonan “. (Al-Fatawa
Al-Haditsiyyah : 113, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami)
Al-Imam
Al-Hafidz Abu Nu’aim Al-Ashfihani berkata :
أما بعد
أحسن الله
توفيقك فقد
استعنت بالله
عز وجل
وأجبتك الى
ما ابتغيت
من جمع
كتاب يتضمن
أسامي جماعة
وبعض أحاديثهم
وكلامهم من
أعلام المتحققين
من المتصوفة
وأئمتهم وترتيب
طبقاتهم من
النساك من
قرن الصحابة
والتابعين وتابعيهم
ومن بعدهم
ممن عرف
الأدلة والحقائق
وباشر الأحوال
والطرائق وساكن
الرياض والحدائق
وفارق العوارض
والعلائق وتبرأ
من المتنطعين
والمتعمقين ومن
أهل الدعاوى
من المتسوفين
ومن الكسالى
والمتثبطين المتشبهين
بهم في
اللباس والمقال
والمخالفين لهم
في العقيدة
والفعال وذلك
لما بلغك
من بسط
لساننا ولسان
أهل الفقه
والآثار في
كل القطر
والأمصار في
المنتسبين إليهم
من الفسقة
الفجار والمباحية
والحلولية الكفار
وليس ما
حل بالكذبة
من الوقيعة
والإنكار بقادح
في منقبة
البررة الأخيار
وواضع من
درجة الصفوة
الأبرار بل
في إظهار
البراءة من
الكذابين , والنكير
على الخونة
الباطلين نزاهة
للصادقين ورفعة
للمتحققين ولو
لم نكشف
عن مخازي
المبطلين ومساويهم
ديانة , للزمنا
إبانتها وإشاعتها
حمية وصيانة
, إذ لأسلافنا
في التصوف
العلم المنشور
والصيت والذكر
المشهور
“ Selanjutnya,
semoga Allah memperbagus taufiqmu, maka sungguh aku telah memohon pertolongan
kepada Allah Ta’ala dan menjawabmu atas apa yang engkau mau dari pengumpulan
kitab yang mengandung nama-nama kelompok dan sebagian hadits dan ucapan mereka
dari ulama hakikat dari orang-orang ahli tasawwuf, para imam dari mereka,
penertiban tingkatan mereka dari orang-orang ahli ibadah sejak zaman sahabat,
tabi’in dan tabi’it tabi’in dan setelahnya dari orang yang memahami dalil dan
hakikat. Menjalankan hal ihwal serta thariqah, bertempat di taman (ketenangan)
dan meninggalkan ketergantungan. Berlepas dari orang-orang yang berlebihan dan
orang-orang yang mengaku-ngaku, orang-orang yang berandai-andai dan dari
orang-orang yang malas yang menyerupai mereka di dalam pakaian dan ucapan dan
bertentangan pada mereka di dalam aqidah dan perbuatan. Demikian itu ketika
sampai padamu dari pemaparan lisan kami dan lisan ulama fiqih dan hadits di
setiap daerah dan masa tentang orang-orang yang menisabatkan diri pada mereka
adalah orang-orang fasiq, fajir, suka mudah berkata mubah dan halal lagi kufur.
Bukanlah menghalalkan dengan kedustaan, umpatan dan pengingkaran dengan celaan
di dalam manaqib orang-orang baik pilihan dan perendahan dari derajat
orang-orang suci lagi baik, akan tetapi di dalam menampakkan pelepasan diri
dari orang-orang pendusta dan pengingkaran atas orang-orang pengkhianat, bathil
sebagai penyucian bagi orang-orang jujur dan keluhuran bagi orang-orang ahli
hakikat. Seandainya kami tidak menyingkap kehinaan dan keburukan orang-orang
yang mengingkari tasawwuf itu sebagai bagian dari agama, maka kami pasti akan
menjelaskan dan mengupasnya sebagai penjagaan, karena salaf kami di dalam ilmu
tasawwuf memiliki ilmu yang sudah tersebar dan nama yang masyhur “. (Muqoddimah Hilyah Al-Awliya, karya imam
Al-Ashfihani)
Wassalam
Zon di
Jonggol, Kab Bogor 16830