Rabu, 18 Mei 2011

Materi ke-5 (Al-Hikam)

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary

“ Apabila Tuhan membukakan mu suatu jalan untuk ma’rifat yaitu mengenal kepada mu, maka jangan kau hiraukan soal amal mu yang sedikit, sebab Rabb tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepada mu, tidaklah kau ketahui bahwa ma’rifat itu semata-mata pemberian karunia Allah kepada  mu sedangkan amal perbuatanmu hadiah dari padamu, maka dimanakah letak perbanidingannya antara hadiahmu dengan pemberian karunia Allah kepada mu?”


Andaikata Alloh membukakan mu suatu jalan untuk ma’rifat yaitu mengenal Allah, maka jangan kau hiraukan amal  yang sedikit, sebab Allah tidak membukakan kepadamu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepada mu.  Amal itu adalah hadiah kita kepada Allah sedangkan Ma’rifat adalah karunia pemberian Allah kepada kita, apalah artinya amal kita dibanding dengan karunia Allah.

Jika kita ingin tahu nikmat yang terbesar dihidup ini adalah Ma’rifatullah, orang yang dibukakan hatinya bisa mengenal Allah, karena semua puncak ahklak, semua puncak kebahagiaan itu hanya ada bagi orang yang mengenal yakin, ta’at kepada Allah.

Ikhlas itu tidak akan terjadi kecuali  orang-orang yang sangat mengenal Allah, kalau orang sudah tahu yakin Allah itu Maha Menatap, Maha  Dekat, Maha Menyaksikan, menguasai setiap ganjaran lalu apa perlunya kita cari muka kepada manusia.

Sabar itu hanya milik orang yang  yakin kepada Allah, kalau kita sudah yakin Allah menentukan setiap ujian sudah diukur,  Allah tidak mungkin salah mengukur, Allah memberikan ganjaran “bighairi hisaab” yang tiada terputus bagi ahli sabar, Allah menjanjikan : “Innallaha ma’as shabiriin” Allah itu bersama  orang-orang yang sabar.
Lalu apa lagi yang membuat kita tidak bersabar???  Sedangkan kesabaran itu adalah kunci kedekatan kita kepada Allah. Kalau kita sudah tahu yang membagikan rejeki itu Allah untuk apa  menipu, sikut sana sikut sini dan saling menyakiti. Allah menciptakan kita lengkap dengan rejekinya, orang yang dzalim saja diberi bagaimana mungkin orang yang ta’at tidak dijamin. Arinya keikhlasan, kesabaran, kegigihan ikhitiar, rasa syukur, kejujuran dan aneka amal lainnya itu akan mudah bagi orang yang mengenal Allah dengan baik.
 Adapun amal-amal kita, kita harus tahu bahwa amal itu kecil dibandingkan dengan nikmat Allah.

Ada sebuah kisah seseorang hamba Allah ibadah selama tujuh puluh tahun (70) tiada terhenti, hari-harinya penuh amal. Kemudian meninggal, dalam kisah ini disebutkan “Timbang... masukan dia kedalam surga dengan rahmat-Ku” Allah berfirman seperti itu.
Rupanya sang ahli amal keberatan “Ya Allah bukankah saya selama ini beramal selama tujuh puluh tahun, siang malam tiada henti kenapa saya di masukan ke syurga dengan rahmat-Mu tidak dengan amal-amalku”. Jawab Allah “ Baik, Timbang..!” ibadah tujuh puluh tahun tiada henti, ternyata tidak mencukupi mensyukuri sebelah matapun nikmat dari Allah, maka kita tidak boleh ujub dengan amal kita karena itu tidak sebanding, apalagi amal itu “ Allah tidak melihat dari jasad luar, tapi Allah melihat dari dalam (hati)”.  Oleh karena itu hati-hatilah didalam menilai amal kita jangan ujub dengan amal-amal karena itu tidak ada nilainya dibanding dengan nikmat yang melimpah dari Allah SWT

_____________________

Tidak ada komentar: