Minggu, 01 Mei 2011

Ketika Wajah di Depan Cermin


Secara fisik wajah adalah bagian depan dari kepala manusia. Wilayahnya dari dahi hingga dagu. Akan tetapi, bagi manusia, wajah tidak dimaknai hanya fisik. Wajah juga digunakan untuk pengekspresikan hakikat diri, bayangan mental, dan tempat memantulnya segala sesuatu yang diproses oleh akal, kalbu, dan hawa nafsu. Oleh karena itu, wajah merefleksikan situasi batiniyah, mentalitas, penampilan diri, dan sebagai identitas yang total dan sejati.(1)

Dengan kata lain wajah juga mengekspresikan keadaan kepribadian seseorang yang baik.(2)

Dalam dunia komunikasi, ekspresi wajah dipandang sebagai salah satu cara penting untuk menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia.

Ketika Rasulullah saw menegaskan bahwa kemampuan seseorang dalam menolak kemunkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakatnya hanya sebatas dengan hatinya dan dilukiskan sebaagai selamah-lemahnya iman.(3)

Para ulama mengisyaratkan, penolakan dengan hatinya itu harus terekspresi utuh melalui wajahnya.

Wajah manusia juga bersifat unik. Tidak ada satu wajahpun yang serupa mutlak, bahkan pada orang kembar sekalipun. Sama dengan keunikan sang diri sendiri.

Dalam keunikan-keunikan ini muncul ekspresi-ekspresi yang unik melaluiwajahnya sehingga orang mudah mengenali watak dan sifat-sifat seseorang melalui wajahnya.

Selain itu, symbol-simbol tentang keindahan, ketundukan, kehormatan, kehinaan, kebahagiaan, kesengsaraan seseorang, dan yang bersifat batiniah lainnya, juga bertengger pada wajah.(4)

Bahkan tidak sekedar itu, kerupawanan, keilmuan, dan kesalihan seseorang terletak dan terekspresikan paada wajahnya.(5)

Oleh karena itu wajah dapat mencerminkan totalitas diri dari ekstensinya yang sejati. Atas dasar itu pada umumnya perhatian orang pada waajahnya melebihi perhaatiannya pada anggota tubuh lainnya. Bahkan ketika seseorang berupaya mengingat-ngingat orang yang pernah dikenalnya ia lantas berusaha membayangkan wajahnya. Demikian pula ketika seseorang teringat seseorang yang menjaadi seterunya, maka yang pertama diingat adalah waajah orang itu.

__________________________________________
Foot note:

1.        Dalam al-Qur’an orang yang kembali kepada kekufuran atau secara keyakinan dan fungsi-fungsi simbolis yang disaadarinya menjadi kafir lagi setelah beriman disebut telah membalikkan wajahnya (berbalik kebelakang). Misalnya hal ini tampak pada firman Allah dalam Al –Qur’an:
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi[1]; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang[2]. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Qs Al Hajj : 11)

[1]. Maksudnya: tidak dengan penuh keyakinan.

[2].
Maksudnya: kembali kafir lagi.

2.       Kepribadian sering didefinisikan sebagai sitem kalbu, akal, dan hawa nafsu yang menimbulkan tingkah laku (Lihat, Dr. H. Abdul Mujib, M.Ag, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Hlmn. 73)

3.       Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

***

Tidak ada komentar: