Kamis, 28 April 2011

Mengapa Al-Quran Berbahasa Arab?


Setiap saat,  lahir orang-orang alim yang mampu menghapal isi kandungan Kitab Suci
Al-Quran. Hatta, orang buta atau anak kecil. 
Itulah bedanya dengan Kitab Suci lain.



"Mengapa Al-Quran diturunkan kepada seorang Nabi yang miskin dan buta huruf
(ummiy)?  Mengapa tidak diberikan kepada pembesar Mekkah maupun Tha'if
saja?" Pertanyaan seperti ini sering terjadi. Sama hal nya dengan
pernyataan, "Mengapa Al-Qur'an berbahasa Arab?"

Banyak dalil yang mengungkap hal ini. Diantaranya; QS. 12: 2, 14: 4, 13: 37,
16: 103, 19: 97, 20: 113, 26: 193-195, 26: 198-199, 39: 28, 41: 3, 41: 44,
43: 3, 44: 58, dan 46 : 12.

Boleh dikata, hampir semua ayat tersebut menyatakan, bahwa Al-Qur'an itu
diturunkan dalam "bahasa Arab". Adalah keliru jika karena Allah menurunkan
Al-Quran ke dalam bahasa Arab kemudian dikatakan "tidak universal".

Kenapa Allah memilih bahasa Arab? Bukan bahasa lain? Barangkali itu adalah
hak Allah. Meski demikian, pilihan Allah mengapa Al-Quran itu dalam bahasa
Arab bisa dijelaskan secara ilmiah.

*Pertama, *sampai hari ini, bahasa yang berasal dari rumpun Semit yang masih
bertahan sempurna adalah bahasa Arab. Bahkan Bible (Old Testament) yang
diklaim bahasa aslinya bahasa Ibrani (Hebrew) telah musnah, sehingga tidak
ada naskah asli dari Perjanjian Lama.

Meskipun begitu, menurut Isrâ'il Wilfinson, dalam bukunya *Târîk al-Lughât
al-Sâmiyyah *(History of Semitic Language), seperti yang dikutip Prof.
Al-A'zamî, ternyata bahasa asli PL itu tidak disebut Ibrani.

Bahasa pra-pengasingan (*pre-exilic language*) yang digunakan oleh Yahudi
adalah dialek Kanaan dan tidak dikenal sebagai Ibrani. Orang-orang Funisia
(atau lebih tepatnya, orang-orang Kanaan) menemukan alfabet yang benar
pertama kali ± 1500 S.M, berdasarkan huruf-huruf ketimbang gambar-gambar
deskriptif.

Semua alfabet yang berturut-turut seterusnya adalah utang budi pada, dan
berasal dari, pencapaian Kanaan ini. (Prof. Dr. M.M. Al-A'zamî, *The History
of The Qur'ânic Text from Revelation to Compilation *(edisi Indonesia),
terjemah: Sohirin Solihin, dkk., GIP, 2005, hlm. 259).

*New Testament *(Gospel, Injil) yang diklaim bahasa aslinya adalah bahasa
"Yunani" juga sudah hilang, sehingga tidak ada naskah asli dari Injil.
Bahkan, ini bertentangan dengan bahasa Yesus, yang sama sekali tidak paham
bahasa Yunani. Bukankah ini 'mencederai' saktralitas Injil yang diklaim
sebagai 'firman Tuhan'?

*Kedua*, bahasa Arab dikenal memiliki banyak kelebihan: (1) Sejak zaman
dahulu kala hingga sekarang bahasa Arab itu merupakan bahasa yang hidup, (2)
Bahasa Arab adalah bahasa yang lengkap dan luas untuk menjelaskan tentang
ketuhanan dan keakhiratan, (3) Bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab
mempunyai tasrif (konjungsi), yang amat luas hingga dapat mencapai 3000
bentuk perubahan, yang demikian itu tak terdapat dalam bahasa lain. (Lihat,
*Al-Qur'an dan Terjemahnya*, Depag, edisi revisi, Juli 1989, hlm. 375
(foot-note).

*Ketiga*, Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW. dalam bahasa
Arab yang nyata (*bilisanin 'Arabiyyin mubinin*), agar menjadi: mukjizat
yang kekal dan menjadi hidayah (sumber petunjuk) bagi seluruh manusia di
setiap waktu ( *zaman*) dan tempat (*makan*); untuk mengeluarkan manusia
dari kegelapan kepada cahaya: dari kegelapan "syirik" kepada cahaya
"tauhid", dari kegelapan "kebodohan" kepada cahaya "pengetahuan", dan dari
kegelapan "kesesatan" kepada cahaya "hidayah".

Tiga poin itu berjalan terus atas izin Allah sampai dunia ini hancur, yakni
Risalah (Islam), Rasul (Muhammad SAW) dan Kitab (Al-Qur'an)). (Lihat, Prof.
Dr. Thaha Musthafa Abu Karisyah, *Dawr al-Azhar wa Jami'atihi fi Khidmat
al-Lughah al-'Arabiyyah wa al-Turats al-Islamiy *, dalam buku *Nadwat
al-Lughah al-'Arabiyyah, bayna al-Waqi' wa al-Ma'mul*, 2001, hlm. 42).

Karena Islam itu satu risalah (misi) yang "universal" dan "kekal", maka
mukjizatnya harus retoris (*bayaniyyah *), linguistik (*lisaniyyah*) yang
kekal. Dan Allah telah berjanji untuk memelihara Al-Qur'an, seperti yang Ia
jelaskan, "Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Dzikra (Al-Qur'an) dan Kami
pula yang memeliharanya." (Qs. 15: 9).

*Keempat*, menurut Syeikhu'l-Islam, Ibnu Taimiyah, "Taurat diturunkan dalam
bahasa Ibrani saja. Dan Musa 'alayhissalam tidak berbicara kecuali dengan
bahasa itu. Begitu juga halnya dengan al-Masih: tidak berbicara tentang
Taurat dan Injil serta perkara lain kecuali dengan bahasa Ibrani. Begitu
juga dengan seluruh kitab. Ia tidak diturunkan kecuali dengan "satu bahasa"
( *bilisanin wahidin*): dengan bahasa yang dengannya diturunkan kitab-kitab
tersebut dan bahasa kaumnya yang diseru oleh para rasul.

Seluruh para Nabi, menyeru manusia lewat bahasa kaumnya yang mereka ketahui.
Setelah itu, kitab-kitab dan perkataan para Nabi itu disampaikan: apakah
diterjemahkan untuk mereka yang tidak tahu bahasa kitab tersebut, atau
orang-orang belajar bahasa kitab tersebut sehingga mereka mengerti
makna-maknanya. Atau, seorang utusan menjelaskan makna-makna apa yang
dengannya ia diutus oleh Rasul dengan bahasanya..." (Lihat, Ibnu
Taimiyah, *al-Jawb
al-Shahih liman Baddala Dina'l-Masih *(Jawaban Yang Benar, Bagi Perubah
Agama Kristus), (Cairo: Dar Ibnu al-Haytsam, 2003, jilid 1 (2 jilid), hlm.
188-189).

Sebagaimana Taurat dan Injil, Al-Quran diturunkan dalam satu bahasa, bahasa
kaumnya. Bedanya, kenabian yang ada sebelum Islam, hanya diperuntukkan pada
kaum tertentu atau zaman tertentu (lokalitas) saja. Nuh misalnya, hanya
diutus kepada kaumnya (QS. 7: 59); Hud kepada kaumnya (QS. 7: 65); Shaleh
kepada kaumnya (QS. 7: 73); Luth kepada kaumnya (QS. 7: 80); Syu'aib kepada
kaumnya (QS. 7: 85); dan Musa kepada Fir'aun dan para punggawanya (QS. 7:
103).

Dakwah Nabi SAW  di *"Ummu'l-Qura"*, sebagaimana arti  yang sudah dijelaskan
panjang lebar, bukan hanya dalam pengertian Mekkah semata. Juga bukan hanya
untuk orang Quraisy, tidak pula untuk Jazirah Arabia saja, tapi untuk
seluruh alam. (Baca QS. 25: 1, 34: 28, 7: 158, dan 9: 33).

Jika kalangan Nasrani menganggap  Al-Quran tidak universal, maka, seharusnya
yang lebih tidak universal justru Bible.

Meski bahasa Arab adalah bahasa yang rumit, namun bukanlah hal susah bagi
umat Islam menghapalkannya. Ini berbeda dengan kitab suci lain, sebagaimana
Bible misalnya. Keuniversalan Al-Quran lainnya, dibuktikan dengan bagaimana
Allah menjaganya melalui orang-orang alim dan yang memiliki kelebihan dalam
menghapalkannya ( *tahfiz*). Meski terdiri dari ribuan ayat, dalam sejarah,
selalu saja banyak orang mampu menghapalkannya secara cermat dan tepat.
Hatta, ia orang buta atau anak kecil sekalipun. Al-Quran, mudah dihapal atau
dilantunkan dengan gaya apapun. Diakui atau tidak, ini berbeda dengan Bible
atau Injil.


Karena itu, setiap usaha apapun untuk menambah atau mengurangi Al-Quran baik
yang dilakukan kalangan orientalis atau orang kafir dalam sepanjang sejarah
selalu saja ketahuan. Jangan heran bila banyak umat Islam tiba-tiba ribut
gara-gara ada Al-Quran palsu atau sengaja dipalsukan sebagaimana terjadi
dalam kasus *"The True Furqon."*  Barangkali itulah cara Allah menjaganya.

Dan hebatnya, para penghapal Al-Quran, setiap saat selalu saja lahir dan
bisa ditemukan di seluruh dunia. Untuk yang seperti ini, di Indonesia,
bahkan sudah mulai banyak dijadikan sebagai pesantren-pesantran formal.

Sebaliknya, bagi kita, belum pernah terdengar ada orang Kristen atau Yahudi
yang hapal keseluruhan kitab suci mereka. Bahkan termasuk pendeta atau
pastur sekalipun. Mengapa bisa demikian? Saya kira Anda lebih tahu
jawabannya.

*Wallahu a'lamu bi al-shawab*

Oleh: *Qosim Nursheha Dzulhadi 
 *Penulis adalah mahasiswa Jurusan Tafsir-Hadits di Universitas Al-Azhar,
peminat Qur'anic Studies and Christology.*

Tidak ada komentar: