Minggu, 24 April 2011

Kemuliaan sebuah hati



Suatu ketika, Ibrâhîm ibn Adham keluar dari rumahnya, ia melewati segerombolan tentara yang terlihat asyik bercanda. Tiba-tiba salah seorang dari mereka menemuinya dan bertanya, “Di mana tempat hiburan?”

Ibrâhîm tidak menjawab, namun malah mengarahkan jari telunjuknya ke kuburan. Kontan saja, wajah tentara itu memerah, dia tampak tersinggung, dan tanpa basa-basi ia pun langsung memukul kepala Ibrâhîm. Setelah itu, sang tentara pergi begitu saja meninggalkan Ibrâhîm yang tampak kesakitan.

Menyaksikan kejadian itu, seseorang yang terlihat mengenal Ibrâhîm bergegas menyusul sang tentara. Ia memberitahu kepada tentara itu, bahwa laki-laki tua yang barusan dipukulnya adalah Ibrâhîm ibn Adham, seorang ulama Sufi zahid dari Khurasan.

Betapa terkejutnya sang tentara mendengar penjelasan itu, kakinya tampak gemetar, wajahnya seketika menjadi pucat. Dia terlihat sangat menyesali atas perbuatannya, dan tanpa buang-buang waktu ia langsung pergi menyusul Ibrâhîm.

“Tuan, maafkanlah saya,” ucapnya sembari bersimpuh.

“Saya sangat menyesal telah berbuat kurang ajar pada tuan.”

Namun anehnya, Ibrâhîm ibn Adham malah tersenyum.

“Ketika engkau memukulku,” jawab Ibrahim.

“Saya memohonkan surga untukmu kepada Allah.”

“Tuan sangat aneh, seharusnya tuan marah dan ganti memukulku, namun mengapa tuan malah memohon kebaikan untukku?” ucap sang tentara terheran bukan main.

“Saya sadar, bahwa saya telah memasukkan perangkap kepadamu. Saya tidak ingin mendapat kebaikan dari keburukan sikapmu, dan saya juga tidak ingin engkau mendapat keburukan dari kesalahanmu.”

Tidak ada komentar: